Batik Lasem
Suatu hari, di pertengahan bulan April 2012 yang lalu, aku mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berharga. Kala itu, aku tengah ditugaskan selama 3 hari di kota Rembang. Pada hari kedua, Andreas, sahabatku sekaligus rekan kerjaku di Rembang, mengajakku dan Mbak Yama ke kota Lasem. Disana aku diajaknya mengunjungi salah satu sentra pengrajin Batik tulis Lasem yang gallerynya diberi nama “Ningrat Batik Tulis Lasem”. Akhirnya, keturutan juga berkunjung sekaligus membeli batik Lasem setelah sebelum sebelumnya gagal terus. Padahal aku cukup sering dinas luar ke kota Rembang. Satu lagi yang bikin hati ini girang luar biasa, Andreas membawa kami langsung ke pusat pengrajinnya, jadi disini kami tidak hanya melihat koleksi kain batik, tapi bisa melihat langsung proses pembuatan kain batik itu, mulai dari pembuatan pola, pewarnaan hingga pengeringan. Ya maklumlah girang, karena ini adalah pengalaman pertama .
Batik tulis lasem adalah salah satu batik yang namanya cukup termahsyur. Tidak hanya di Indonesia, tetapi sampai ke mancanegara. Lasem sejak dulu memang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil batik kualitas nomor satu di negeri ini. Namanya pun lebih harum dan lebih mendunia daripada nama Rembang. Padahal secara administratif, Lasem hanyalah sebuah kota kecamatan yang dibawah kabupaten Rembang.
Batik tulis Lasem mempunyai corak warna yang cerah dan beraneka ragam jika dibandingkan batik Jogja ataupun Solo. Ini tak lain karena batik lasem termasuk dalam ragam batik pesisiran, seperti batik Madura dan Cirebon. Nama pesisiran diambil karena letak geografis kota-kota tersebut berada di daerah pesisir pulau jawa. Warna batik-batik pesisiran memang lebih beraneka dan lebih cerah. Motif batiknya pun lebih kaya.
Nah, jika batik lasem, Cirebon atau Madura disebut batik pesisiran, lalu bagaimana dengan batik jogja ataupun solo? Batik Jogja dan Solo termasuk dalam ragam batik pedalaman. Batik pedalaman biasanya cenderung berwarna gelap dengan warna yang cukup sering dipakai adalah warna cokelat dan biru tua. Motif batik pedalaman biasanya sangat khas dan berbau ningrat, seperti motif parang, parang rusak, kawung, udan liris ataupun sawat. Konon, dahulu, hanya orang-orang tertentu yang bisa mengenakan batik-batik motif pedalaman yang juga dikenal dengan motif larangan.
Masih teringat beberapa waktu lalu ada suatu kejadian tentang batik yang pernah membuat kesal dan marah seluruh rakyat Indonesia. Yap kejadian itu tak lain dan tak bukan adalah klaim negeri tetangga tentang batik. Sebenarnya klaim itu tidak sepenuhnya salah, karena memang batik bukan hanya milik Indonesia lho. Pengertian Batik, seperti yang diambil dari wikipiedia, adalah teknik menghias permukaan kain menggunakan metode menahan pewarna (dye resist). Bahan yang biasanya digunakan untuk menahan pewarnaan tersebut adalah malam.
Dengan pengertian diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa semua Negara bisa mengakui keberadaan batik, termasuk Malaysia. Tapi itu adalah batik Malaysia. Lalu apa yang membedakan batik kita dengan batik Malaysia dan Negara lainnya?
Yang pertama adalah canting. Canting adalah sebuah alat mirip pena yang digunakan untuk mengalirkan malam keatas permukaan kain. Penggunaan canting dalam pembuatan batik hanya ada di Indonesia. Di Malaysia atau Negara lain batik biasanya dibuat dengan menggunakan kuas ataupun cap.
Kedua adalah arti dibalik motif batik. Motif batik di Indonesia sering kali mempunyai arti tersendiri. Motif Parang misalnya yang berasal dari kata pereng yang berarti lereng. Motif ini menggambarkan sebuah garis menurun secara diagonal. Susunan motif berbentuk huruf S jalin menjalin tidak terputus melambangkan sebuah kesinambungan. Bentuk huruf S sendiri melambangkan sebuah ombak yang berarti sebuah semangat yang tidak pernah padam.
Membuat batik tulis Indonesia membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ada yang seminggu, sebulan bahkan hingga setahun. Semakin rumit, maka akan semakin lama pula pengerjaannya. Kerumitan bukan hanya pada proses pembuatan motif ataupun penghiasan kain menggunakan canting, tetapi juga pada proses pewarnaan yang berulang-ulang, pembilasan hingga pengeringan.
Proses yang rumit dalam pembuatan batik tulis Indonesia inilah yang membuat UNESCO mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia tak benda. Apa artinya? Artinya bahwa yang diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya bukan pada kain batiknya, ataupun motifnya, tetapi proses pembuatan batiknya. Dan itu hanya berlaku pada batik tulis, bukan batik cap ataupun printing. So, jika kita ingin melestarikan budaya batik Indonesia, mengenakan batik saja sebenarnya tidak cukup. Indonesia harus senantiasa menciptakan generasi baru yang mau untuk menekuni proses rumitnya pembuatan batik tulis. Kalau tidak, suatu hari nanti, batik tulis Indonesia akan hilang dari peredaran.
Semakin rumit motifnya, semakin susah pengerjaannya serta semakin banyak proses pewarnaannya pastinya akan membuat nilai jual sebuah kain batik akan semakin tinggi. Dalam kunjunganku ke Lasem yang lalu, ada sebuah batik yang tampak sangat indah di mataku, maupun teman-temanku. Batik itu mempunyai motif yang rumit dan warna-warna yang sangat indah. Sempat naksir berat sama batik itu, sampai akhirnya tahu harganya yang mencapai 1.5 juta rupiah, he he he. (Dibawah ini foto mbak Yama berpose dengan kain batik 1.5 juta rupiah). Aku memang lumayan menggemari batik, tapi belum yang terlalu fanatik sehingga ketika disodori harga setinggi itu, aku pun mundur teratur. Mungkin bagi yang benar-benar penghobi kain batik, seperti salah satu seniorku di kantor, mbak Rona, harga itu masih cukup murah dan masuk akal, karena kainnya benar-benar indah.
Entahlah, sejak kapan tepatnya aku mulai menggemari batik. Yang pasti belum terlalu lama aku menaruh minat pada sehelai kain bercorak yang mempunyai cita rasa seni yang sangat tinggi itu. Sosok yang paling berpengaruh pada kecintaanku akan batik tentu saja istriku. Dia cukup sering membelikanku batik, baik yang masih berupa kain maupun yang sudah berbentuk baju.
Di masa lalu, pengguna batik didominasi oleh orang-orang tua. Ini tak lepas dari berbagai macam opini yang tersebar di masyarakat bahwa mengenakan batik membuat orang tampak lebih tua dan tidak keren sama sekali.
Masa berganti, trend batik pun berubah. Kini batik menjadi sebuah komoditi tekstil yang digandrungi oleh banyak orang, mulai dari anak-anak, kawula muda hingga orang tua. Di beberapa kantor dan instansi pemerintah, ada kebijakan khusus untuk mengenakan baju batik di hari Jumat. Dengan pasar yang terus berkembang dan mempunyai prospek yang cerah, semoga batik Indonesia akan terus lestari selamanya. Oh iya bagi yang ingin berkunjung ke “Ningrat Batik Tulis Lasem”, alamatnya ada di JL Lontong Tuyuhan, Desa Sumbergirang RT 02/ RW 08 Lasem - Rembang, Jawa Tengah, telepon 081 325 469 860. Kalau mampir kemari, jangan lupa sekalian menikmati Lontong Tuyuhan, kuliner khas Lasem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar